Soft Power Untuk Aceh

 Sejarah Aceh telah banyak diwarnai oleh kekerasan Soft Power Untuk Aceh
Sejarah Aceh telah banyak diwarnai oleh kekerasan! Sejak pemberontakan Daud Beureueh 1953 sampai Hasan Tiro 1976, tak sedikit korban nyawa terbilang, tak kurang harta melayang. Sementara itu, tak kurang pula upaya yang dijalankan pemerintah untuk menuntaskan konflik itu, mulai dari abad Soekarno, Soeharto, Habbibie, Gus Dur, Megawati sampai SBY-JK. Serangkaian kebijakan desentralisasi, berupa sumbangan keistimewaan dalam bidang ekonomi dan sosial budaya, tak kunjung bisa menuntaskan konflik Aceh. Operasi militer penuh kekerasan pun tidak sanggup meredam pemberontakan di Aceh.

Tetapi sejarah mencatat bahwa konflik Aceh pada hasilnya sanggup diselesaikan melalui obrolan dan perundingan. Pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM hasilnya mengukir sejarah gres dengan ditandatanganinya MOU di Helsinki, Finlandia.

Melalui penelitian ilmiah yang mendalam, buku ini secara khusus menitik beratkan bahasannya pada tiga fokus amatan, adalah (1) tugas kebijakan desentralisasi dalam penyelesaian konflik Aceh, (2) tugas soft power dalam upaya penyelesaian konflik tersebut, dan (3) kesinambungan perdamaian di Aceh pasca-MOU Helsinki.

Detail Buku:

Judul: Soft Power Untuk Aceh -Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi
Penulis: Dr. Darmansjah Djumala, M.A.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-8755-4
Baca-Download: Google Drive

Post a Comment

0 Comments

close