***
Bagi Milati, cinta tak ubahnya garis waktu yang dimulai selepas subuh. Kehidupan menggeliat, kisah-kisah berakrobat dan lalu berkarat menjadi kenangan. Sepanjang siang ia telah hidup dengan dirinya dan ujar hatinya. Sepanjang perjalanan menuju senja, ia telah bertemu dengan banyak orang yang sebagian menjauh, dan sebagian lagi mendekat dan menempel di kedalaman hatinya. Ibarat garis waktu, yang butuh banyak pengorbanan untuk menapakinya. Seperti Misas. Seperti Hurin. Seperti cintanya.
Bagi Misas, cinta yaitu sungai tanpa jembatan, meski ia jernih dan tampak akrab dengan para dahaga, untuk melewatinya tidaklah mudah. Sungai itu tak sejernih dan sekarib kelihatannya, ia begitu dalam dan penuh misteri. Jika ia terlampau gegabah mendekatinya, ia akan karam dan berakhir dalam keheningan dan kedinginan. Ibarat sungai yang butuh jembatan untuk menyeberanginya, terkadang beberapa orang begitu rela mengorbankan dirinya. Seperti Milati. Seperti Hurin. Seperti cintanya.
Bagi Hurin, cinta yaitu seruas jalan gelap yang harus ditempuh. Hanya ada satu lampu di depan sana, lampu yang remang-remang di kejauhan. Supaya tak tersesat, ia harus tertatih-tatih mengikutinya. Bagaimanapun seruas jalan itu mempunyai kelokan dan jurang-jurang yang menjerumuskan. Ibarat seruas jalan yang butuh diikuti dengan langkah pelan dan hati-hati, beberapa orang terkadang begitu terburu ingin cepat hingga dengan caranya. Seperti Misas. Seperti Milati. Seperti cintanya.
***
Setelah guncangan-guncangan dahsyat itu, garis waktu telah hingga pada senja, sealir sungai telah kering tiada bersisa, dan seruas jalan telah temu titik ujungnya. Dan di sinilah saatnya kisah-kisah itu berakhir. Seperti burung-burung yang terbang beriringan di waktu senja. Pulang ke sarangsarangnya.
Detail Buku:
Judul: Dan Burungpun Pulang Kesarangnya (Novel Islami)Penulis: Mashdar Zainal
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 978-602-02-4294-1
Baca-Download: Drive Google
0 Comments