Pada Hati yang Tak Harus Patah by Anindya Hamka


Sinopsis:

Ketika kenyataan tak sesuai harapan, doa-doa seakan mengkhianati, bibir pun kini menjelma bagai menukil senyuman palsu. Akankah jiwa ikut tergoyah dan hati tak lagi terarah? Menghujat takdir dengan bertubi gerutu, memaksa untuk menghentikan denyut waktu. Akhirnya keraguan mengalahkan keyakinan hati, menggoreskan sesak pada nafas yang kian tertatih. Seolah jiwa ikut terhanyut dalam kubangan nafsu, terlepas menggarang dengan hati yang tak bterbasuh. Hingga… menghakimi dan mengutuk menjadi diri paling tersakiti. Ketahuilah, hanya hati yang menyimpan sebuah nama terindah yang mampu menyihir luka dengan kasih. Meski telah penuh peluh, tapi ia tak pernah mengeluh. Di dalamnya nama itu yang menjadi alasan kekuatan baginya, nama yang selalu menghadirkan cinta. Pada hati yang tak harus patah. Ia tahu ke mana kan melangkah. Walau sakit dan berat, namun ia percaya selamanya takkan lekat. Pada hati yang tak harus patah, sebab ia telah terjaga bagai permata yang tersembunyi di riak telaga.

Novel “Pada Hati yang Tak Harus Patah” ini mengajarkan bahwa ketika hati dirundung luka pilu, tak usah tenggelam terlalu dalam. Sebab ada kasih yang tak terbatas, telah menyediakan tempat untuk hati yang menyelam tanpa kelam. Ialah pada Dzat yang penuh Rahmat. Kuasa-Nya yang bertahta, hingga tak ada alasan yang menghalangi bagi seorang hamba, untuk terus melantunkan lafazh tahmid di tiap desahan nafas yang berhembus.

Penulis Anindya Hamka menulis novel romantis ini berterima kasih padanya yang tengah memegang dan membaca buku ini. Penulis percaya Anda adalah pemilik hati yang takkan dibiarkan patah, yang di dalamnya telah tercipta untuk menjadi hati yang luar biasa. Jaga baik-baik hati itu, sebab tak ada yang berhak untuk menyakiti kecuali pemiliknya sendiri yang mengizinkan. Ketika ia sakit, pilihlah pilihan yang paling bijak dengan mengadu dan meminta hati yang selalu lapang, pada Dia sang Penguasa Hati.


 bibir pun kini menjelma bagai menukil senyuman palsu Pada Hati yang Tak Harus Patah by Anindya Hamka

 bibir pun kini menjelma bagai menukil senyuman palsu Pada Hati yang Tak Harus Patah by Anindya Hamka

Post a Comment

0 Comments

close