Setelah ibunya tiada, Tari membulatkan tekad untuk kuliah. Bekerja sambil kuliah pilihan yang sempurna untuk menutupi biaya hidup. Dara ini pun melakoni babak baru kehidupan, menjadi mahasiswi di perguruan tinggi negeri. Beruntung Tari diterima bekerja pada forum swadaya masyarakat yang mengadvokasi kasus-kasus kekerasan yang dialami masyarakat sipil.
Di sinilah Tari bertemu seorang militer (Taufan). Awalnya tak ada desiran aneh di hatinya. Namun, lama-kelamaan cinta itu tumbuh. Percintaan tak biasa. Karena berlangsung saat perang menyalak. Nyawa hilang dari raga saban waktu. Cinta memang tak mengenal usia, waktu, dan lokasi kejadian. Di tempat perang, cinta tumbuh di jiwa. Sayangnya, cinta ini tak kesampaian karena Taufan harus segera meninggalkan medan perang. Kembali ke satuannya di pulau seberang. Meski begitu, cinta kedua hamba Tuhan itu terus melekat. Mereka kembali bertemu di ketika Taufan sudah mempunyai istri dan seorang anak. Lalu, bagaimanakah nasib Tari?
Novel ini mengambil sisi lain konflik Aceh terjadi lebih dari 35 tahun. Konflik bergotong-royong antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia yang telah sepakat berdamai tahun 2005 lalu. Dalam novel ini kata militer dalam arti sebenarnya disamarkan menjadi pasukan penjaga keamanan negara. Tujuannya untuk menghindari sebutan nama forum tertentu pada kisah fiksi. Novel ini berisi pesan moral, bahwa cinta dapat tumbuh di mana saja. Bahwa usaha menamatkan kuliah ketika perang menyalak butuh usaha panjang. Meski, pada situasi tak menentu dan nyawa tak berharga, usaha cinta dari mahasiswi miskin terus menyala. Ya, nyala cinta dalam jiwa.
Detail Buku
Judul: Cinta Kala Perang - Novel IslamiPenulis: Masriadi Sambo
Penerbit: Elexmedia Komputindo
IsBN: 978‑602‑02‑3185‑3
Baca-Download: Google Drive
0 Comments